Penciptaan Para Batara
Awalnya semua kosong dan hampa , akhirnya setelah kehampaan itu terciptalah tiga dunia atau Tri Buana , yang terdiri dari Mayapada , Madyapada , dan Marcapada . Mayapada diisi oleh para dewa -dewi keturunan dari Sang Hyang Ogra Pesti , Madyapada diisi oleh bangsa jin dan mahluk halus lainnya keturunan dari Andajil.
Setelah sempurna Sang Hyang Pencipta manunggal dengan Sang Hyang Ogre Pesti , kemudian terciptalah Sang Hyang Brahmana Wasesa , kemudian Sang Hyang Ogre Pesti Manunggal dalam diri Sang Hyang Brahmana Wasesa , hal ini terjadi berulang kali hingga semuanya manunggal dalam diri Sang Hyang Kasaha Etu Jagad atau disebut juga Sang Hyang Nurcahya .
Sang Hyang Nurcahya merupakan wujud yang sempurna , karena dia mempunyai sukma dan raganya tidak kasat mata , badanya memancarkan sinar tetapi tidak menyilaukan mata.
Sementara itu penguasa madyapada yaitu Andajil, mempunyai keturunan bernama Wenus Andakara , yang kemudian berputra 8 orang :
- Prabu Nurhadi,
- Amir
- Palija
- Maranis
- Saraba
- Parwata
- Rawangin
- Dahri
Alkisah Prabu Nurhadi mendirikan kerajaan para lelembut yang dinamakan Malhadewa , dia dibantu adiknya yang bernama Amir sebagai patih kerajaan tersebut. Dia memiliki seorang putri bernama Dewi Mahamuni .
Suatu ketika Dewi Mahamuni mendapatkan mimpi bahwa dia akan mendapatkan jodoh seorang dari Mayapada yang saat ini sedang bertapa tak jauh dari kerajaan Malhadewa. Keturunan mereka akan menjadi penguasa Tribuana.
Mimpi itupun segera disampaikannya kepada sang Ayah , kemudian Prabu Nurhadi segera menugaskan Patih Amir untuk mencari dan membawa sosok yang diipikan oleh sang putri.
Perjalanan Patih Amir akhirnya tiba di pulau Lakdewa , dan menemukan sesosok laki - laki di dalam gua dengan tubuh yang bercahaya tetapi tidak menyilaukan seperti sinar bulan purnama , sosok itu mengaku sebagai yang menguasai dunia , yang kemudian disebut Sang Hyang Nurcahya karena tubuhnya yang bercahaya. Patih Amir segera mengajak Sang Hyang Nurcahya ke pulau Maladewa menemui Prabu Nurhadi. Sesampainya di kerajaan Malhadewa Prabu Nurhadi pun menikahkan putrinya Dewi Mahamuni dengan Sang Hyang Nurcahya.
Sang Hyang Nurcahya mendapatkan keturunan dari Dewi Mahamuni berwujud Asrar (rahsa daya hidup, plasma, tan wujud) yang bercahaya sangat terang benderang menyilaukan dan menerangi kegelapan. Asrar (tan wujud) itu kemudian disiram dengan air kehidupan menjadi wujud. Oleh Sang Hyang Nurcahya, wujud itu diberi nama Sang Hyang Nurrasa.
Sang Hyang Nurcahya menuliskan kisah hidupnya dalam kitab pusaka Pustaka Darya, yaitu kitab pengingat hari yang berwujud mantra tanpa suara, suara tanpa tulisan. Kitab ini tidak berwujud namun bisa berbunyi bila dipikirkan saja. Bersama dengan pusaka-pusaka yang lain, antara lain Tirta Marta Mahadi atau Tirta Marta Kamandanu (Kamandalu), Lata Mahosadi, Cupu Manik Astagina, dan Mustika Retnadumilah, kitab tersebut diwariskan kepada Sang Hyang Nurrasa setelah putranya itu dewasa. Selanjutnya, Sang Hyang Nurcahya pun bersatu ke dalam diri Sang Hyang Nurrasa.
Kemudian Sang Hyang Nurrasa menikah dengan Dewi Sarwati , anak Prabu Rawangin dari pulau Dewa adik dari Prabu Nurhadi , mereka dikarunai 4 putra , yaitu :
- Sang Hyang Darmajaka
- Sang Hyang Wenang
- Sang Hyang Wening
- Sang Hyang Taya
Sang Hyang Nurrasa menurunkan semua kesaktiannya kepada semua putranya , tetapi yang paling berbakat adalah Sang Hyang Wenang , oleh karena itu Sang Hyang Wenang lah yang ditunjuk sebagai pengganti Sang Hyang Nurrasa menjadi penguasa Kahyangan, dan setelah menyerahkan tahta , beserta seluruh pusaka , Sang Hyang Nurrasa pun menyatu raga dengan Sang Hyang Wenang.
Sang Hyang Darmajaka menikah dengan Dewi Sikandi dan selanjutnya tinggal di Kahyangan Selokangdi mereka dikaruniai 5 putra yaitu Dewi Darmani, Sang Hyang Darmana , Sang Hyang Triyarta, Sang Hyang Caturkaneka, dan Sang Hyang Pancaresi.
Sang Hyang Wenang Menikah dengan Dewi Sahoti berputra 3 yaitu Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Hening dan Dewi Suyati
Sang Hyang Tunggal putra Sang Hyang Wening kemudian menikah dengan Dewi Darmani , dan mereka kemudian menetap di kahyangan keling , setelah tiba saatnya Sang Hyang Wenang pun menyerahkan seluruh kekuasaannya dan juga seluruh pusaka sekaligus menyatukan diri dengan Sang Hyang Tunggal.
0 Comments:
Posting Komentar